Dilaadiloo
“Life is not about waiting the storm to pass. It is about dancing in the rain.”
Ah, musim hujan. Aku selalu suka hujan. Ada romantisme tersendiri dari hujan, entah kenapa, mungkin datang dari percampuran antara cemas menemukan tempat berteduh, pengharapan melihat pelangi pas hujan selesai, dan merenung sendiri dari balik kacamata yang berembun. Hujan membawa itu semua: cemas, harap, dan perenungan.
Aku suka hujan. Aku suka bersepeda di bawah hujan sambil bernyanyi riang, melihat jalanan yang sepi dan hanya aku enderian bersepeda dengan hujan-hujan. Aku suka dibungkam tanpa sengaja.
Aku suka hujan. Terutama aku suka bau air yang bercampur dengan tanah, bau lumpur samar itu. Aku selalu menciumnya dengan brutal, menghirup dalam-dalam dan menahan napas, supaya tidak terlupakan oleh bau yang lain. Aku ingat, sewaktu masih kecil, aku selalu suka menari di bawah hujan, teriak bersama teman-teman dan mengecap rasa asin yang mampir di bibir. Dan ketika keesokannya harinya meriang? Aku gak peduli.
Tapi aku selalu takut dengan badai. Dengan kemampuannya untuk merusak, menghancurkan yang telah ada. Menyapu bersih apa yang pernah aku bangun. Menelan semuanya dalam satu kali jentikan jari, atau kurang. Badai dengan angin kencang, petir nyaring, dan kilatan yang menyilaukan mata. Badai bisa membuat orang hilang. Badai bisa membuat orang bimbang. Badai bisa, menyesatkan.
Dan ketika badai semacam itu datang,
yang diperlukan hanyalah keberanian untuk menari di bawah hujan.
Hei, kamu. Pegang tanganku.
Kita menari bersama. Ya?
Dan Di Saat Ini aku Berpikir Atas Hal-Hal yang Tidak Jelas
1. aku gak pernah ngerti sama diriku sendiri kenapa terkadang sebuah hal yang (kayaknya) kecil bisa begitu jadi besar buatku. Bisa ngebuat aku kecewa, dan aku gak pernah ngerti kenapa kekecewaan ini bisa berubah seperti kanker yang menyebar dan menggerogoti perasaan gue sendiri… lama-lama ngebunuh dari dalam… dan mati. aku gak pernah mengerti bagaimana harus mensiasati ini. aku gak pernah ngerti kenapa buat gue, what has done yah done.. the damage has been done, and nothing we can do about it. There is absolutely nothing we can do about it. Kenapa? Kenapa aku gak bisa membuat semua ini seolah gak nampak, dan jalan terus. Kenapa? Kenapa? Kenapa aku harus membuat semua hal sempurna? Mungkin ini kutukan sekaligus berkah menjadi seorang perfeksionis… atau menjadi orang yang tak pernah puas?
2. Kalau yang namanya kesempurnaan itu gak ada, dan kita terus mengejar kesempurnaan, apa aku berarti mengejar sesuatu yang tidak ada? Dan kalau yang namanya memaafkan itu berarti melupakan, bagaimana cara melupakan sesuatu yang telah kita maafkan? Bahkan jika hal tersebut tidak seharusnya terjadi?
3. aku sangat kagum bagaimana sebuah kejadian bisa terjadi. Katakanlah begini, jika seseorang menikah karena kenalan di facebook, bagaimana jika facebook tidak diciptakan? Bagaimana jika komputer tidak diciptakan? Bagaimana jika Bill Gates pada waktu itu meneruskan kuliahnya di Harvard Law dan melupakan mimpinya untuk membuat personal computer? Maka komputer (windows) tidak akan ada, facebook tidak punya wadah, dan dua orang ini tidak akan kenalan. Mereka mungkin akan menikah dengan orang lain, dan cerita hidup mereka akan completely berbeda, anak-anak yang berbeda, nasib yang berbeda. Setiap elemen-elemen dalam semesta ini mempertemukan kita ke jalan yang kita ambil. Apa ini semua sudah diatur, atau kita membuat ilusi bahwa sesungguhnya kita bisa mengatur ini? Apakah, perpisahan juga sudah diatur rapi? Ya, itu pertanyaannya, jika pertemuan seseorang direncanakan oleh “nasib” apakah perpisahan juga seperti itu? Dan jika iya, siapa yang bisa disalahkan?
4. Bagaimana kita tahu apa yang pilih itu “benar”? Bagaimana kita tahu apakah kita akan bahagia dengan pilihan kita. Aksi kita. Konsekuensi kita. Relativisme dalam contoh yang paling sempurna. Filsafat katanya bisa membantu kita memecahkan permasalahan-permasalahan dalam hidup, tapi yang ada justru pertanyaan satu mengikuti pertanyaan lain. Cuih.
5. Lagi pengen Pocky rasa coklat. Eh Lucky lebih enak. Lay’s rumput laut juga enak.
6. Butterfly effect adalah terminologi yang keren banget, yang membuktikan bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini terkoneksi dengan kejadian-kejadian lainnya. Sub-bagian dari Chaos Theory yang paling gue suka. Tapi, semenjak ada film Butterfly Effect, apalagi yang meranin Ashton Kutcher, kok terminologi ini gak kedengeran seksi lagi ya.
7. Aku pengen punya mesin waktu.
Aku nulis apa sih? Buset, aku bahkan gak tau aku nulis apa.
Mohon maaf telah menyampah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar