Ortu selalu ngasih nasihat, tapi giliran mereka salah, pura-pura lupa atau gengsi!
Ugh...sebel banget rasanya! Padahal, mereka sendiri yang bilang kalau kita salah, kita nggak boleh gengsi untuk minta maaf, sama siapapun kesalahan itu kita lakukan. Lalu, kalau sekarang mereka yang melakukan kesalahan, apa kesalahan itu sudah termaafkan dan terlupakan dengan sendirinya hanya karena ‘status’ mereka sebagai ortu yang melahirkan dan membesarkan kita? Uh… kok jadi terdengar nggak demokratis banget, ya!
Tapi, sebelum rasa kesal kita berkepanjangan, coba kita cek dulu, apa benar ortu totally cuek dengan kesalahannya itu? Jangan-jangan mereka sebenarnya sudah minta maaf, tapi dengan cara lain, nggak melulu lewat kata “Maaf, ya”. Misalnya, ortu suka meminta maaf atau mencoba berkomunikasi lagi sama kita yang lagi bete dengan cara seperti ini :
1. Bertanya baik-baik, “Kamu masih marah?”. Biasanya kalimat ini nggak disambung dengan pernyataan maaf tetapi justru kepada rentetan pembelaan diri.
2. Tiba-tiba membuatkan kue kesukaan atau mengajak shopping bareng.
3. Terlihat merasa bersalah. Gerak-geriknya seperti ingin “berdamai” dan agak salah tingkah ketika berbicara dengan kita.
4. Tiba-tiba ortu jadi membela kita ketika kita berantem sama adik atau kakak.
5. Walaupun nggak minta maaf tapi ortu mengubah sikapnya, karena tahu telah berbuat salah.
Jadi sebenarnya ortu pasti tahu kok kalau kita lagi bete karena sikap mereka yang nggak pas di mata kita. Nggak ada salahnya kalau kita bilang terus terang ke mereka dan keuntungannya, kita pun jadi nggak perlu berlama-lama perang dingin sama mereka, deh.
Selamat berdamai!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar